Minggu, 03 Februari 2013

DONUM VITAE


            Donum Vitae merupakan instruksi dari konggregasi ajaran iman tentang hormat kepada hidup manusia tahap dini, yang diundangkan pada tahun 1987. Instruksi ini diawali dengan pengantar yang mengingatkan kembali akan prinsip-prinsip antropologis dan moral yang mendasar. Pada isi dibagi menjadi tiga bagian yakni, hormat terhadap manusia sejak awal keberadaannya, soal-soal moral yang berkaitan dengan intervensi teknik dalam prokreasi dan pada bagian terakhir tentang beberapa orientasi mengenai hubungan antara moral dan hukum negara tentang hormat terhadap embrio dan fetus manusia sehubungan dengan teknik prokreasi buatan.

Pengantar
            Allah menciptakan manusia seturut gambar-Nya, menganugerahkan kehidupan dan memberikan tugas kepada manusia untuk menahklukkan bumi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi selama ini merupakan ungkapan pelaksanaan tugas yang diberikan kepadanya. Kemajuan ilmu dan teknologi di bidang medis memberi sumbangan dalam perkembangan manusia dengan penggunaan sarana-sarana terapeutis yang makin efektif. Namun kemajuan ilmu dan teknologi tersebut bila dilaksanakan dengan salah akan mengakibatkan munculnya kekuasaan baru pada manusia pada permulaan dan tahap-tahap pertamanya. Kemajuan ilmu dan teknoligi menuntut tanggungjawab untuk memelihara dan mempertahankan nilai luhur dari hidup yang telah dianugerahkan Allah kepada manusia, sehingga kemajuan ilmu dan teknologi tersebut tidak boleh bertentangan dengan keluhuran hidup manusia. Prinsip dasar ini harus ditempatkan dalam pertimbangan masalah moral terhadap intervensi buatan pada tahap awal hidup dan proses prokreasi.
           
Hormat terhadap Embrio Manusia
            Hidup manusia harus dihormati dan dilindungi sejak pembuahan, sebab sejak pembuahan mulailah hidup baru, yang bukan hidup ayah maupun ibu. Prinsip dasar ini harus dipegang, juga dalam pelaksanaan diagnosis prakelahiran. Diagnosis prakelahiran tersebut tidak dibenarkan dan bertentangan dengan hukum moral apabila dengan maksud melaksanakan aborsi bila hasilnya tidak sesuai dengan yang dikehendaki, entah karena cacat, penyakit atau pun yang lainnya. Orang tua atau siapa pun yang menganjurkan atau memerintahkan diagnosis itu dengan maksud melaksanakan aborsi adalah bertentangan dengan moral. Demikian juga dengan spesialis yang ikut serta memberi bantuan yang tidak dibenarkan dan memberitahukan hasilnya dengan sengaja yang mengakibatkan adanya hubungan antara diagnosis dan aborsi adalah bersalah.
            Diagnosis prakelahiran dapat dibenarkan apabila metode yang digunakan, dengan persetujuan orang tua setelah diberi keterangan yang memadai, memelihara hidup dan integritas embrio dan ibunya, tanpa memberi resiko yang tidak seimbang, serta diarahkan untuk perlindungan atau penyembuhan individualnya. Demikian halnya dengan intervensi medis pada embrio lainnya, intervensi medis pada embrio diperkenankan dengan syarat agar embrio bisa mempertahankan hidup dan keutuhannya, untuk menyembuhkan dan memulihkan kesehatannya atau untuk menjamin keberlangsungan hidupnya dengan tidak membawa resiko yang tak seimbang.     
            Dalam intervensi pada embrio untuk tujuan penelitian, tidak diperbolehkan penelitian medis dengan mengadakan intervensi pada embrio hidup, kecuali ada kepastian bahwa hidup maupun keutuhan anak yang belum lahir dan ibunya diancam kerugian, dan dengan syarat bahwa orangtua menyetujui intervensi itu setelah mendapat informasi yang memadai. Sedangkan untuk kegiatan eksperimen, tidak dibenarkan melakukan eksperimen tidak langsung terapeutis pada embrio yang masih hidup, entah bisa mandiri atau tidak, embrio tersebut harus dihormati seperti semua pribadi manusia. Tidak ada tujuan yang luhur, dapat dengan cara apa pun membenarkan eksperimen pada embrio atau fetus yang hidup. Memanfaatkan embrio untuk obyek dan alat eksperimen merupakan kejahatan melawan martabat manusia.
            Embrio yang dihasilkan in vitro untuk penelitian harus tetap dipandang sebagai mahluk insani. Pada dasarnya, tindakan untuk menghasilkan embrio in vitro dan memperalatnya adalah bertentangan dengan moral. Prosedur pembuahan tersebut bertentangan dengan martabat khas manusia dan melanggar hak setiap manusia untuk dikandung dan dilahirkan dalam perkawinan. Akan tetapi pada masa kini telah terjadi pembuahan in vitro yang menghasilkan embrio untuk penelitian. Penelitian yang demikian menempatkan diri menggantikan Allah, dan menjadikan diri penentu nasib orang lain, siapa yang dipilih hidup dan siapa yang ditentukan untuk mati. Tidak dibenarkan secara moral membiarkan embrio hasil in vitro mati, sebab setiap manusia harus dihormati demi dirinya sendiri dan tidak boleh direndahkan menjadi alat untuk menguntungkan pihak lain.

           
Intervensi dalam Prokreasi Insani
            Pada bagian ini akan membahas fertilisasi artifisial heterolog dan fertilisasi artifisial homolog.
Fertilisasi Artifisial Heterolog
            Gereja menyerukan bahwa prokreasi harus terjadi dalam perkawinan, karena prokreasi seorang pribadi baru yang melibatkan laki-laki dan perempuan sebagai rekan Pencipta haruslah merupakan buah dan tanda penganugerahan personal timbal balik suami istri, kasih dan kesetiaannya. Anak memiliki hak untuk dikandung, dilahirkan dan dididik dalam perkawinan. Dengan demikian fertilisasi artifisial heterolog bertentangan dengan kesatuan perkawinan, martabat suami-istri, panggilan khas orang tua dan ha kanak dikandung dan dilahirkan dalam perkawinan.
            Selanjutnya, berkenaan dengan keibuan surogat juga tidak diperkenankan. Sebab, bertentangan dengan kesatuan perkawinan dan martabat prokreasi pribadi manusia. Keibuan surogat merupakan pelanggaran terhadap kewajiban kasih ibu, kesetiaan perkawinan, tanggungjawab keibuan, dan juga merendahkan martabat dan hak kanak untuk dikandung, dilahirkan dan dididik oleh orang tuanya sendiri.

Fertilisasi Artifisial Homolog
            Asal-usul pribadi manusia sesungguhnya merupakan buah penganugerahan diri. Anak yang dikandungnya haruslah buah kasih dari orang tuanya, ia tidak boleh dikandung sebagai hasil karya medis dan biologis. Tidak seorang pun boleh menundukkan kelahiran seorang anak kepada efisiensi teknis ilmu dan teknologi. Karena itu, dibenarkan mengingini pembuahan hasil dari sanggama yang menurut hakikatnya cakap untuk membuahkan hidup baru yang menjadi tujuan perkawinan dan dengannya suami-istri menjadi satu daging. Prinsip yang harus terus dipegang dalam perkawinan adalah prokreasi dan sanggama, dan tidak pernah diperkenankan memisahkan dua aspek ini. Sanggama harus menjadi satu-satunya wadah yang layak untuk prokreasi. Oleh karena itu, Gereja melawan pembuahan in vitro homolog. Pembuahan ini secara intrinsik dilarang karena bertentangan dengan martabat prokreasi dan sanggama, juga bila dilakukan untuk menghindari kematian embrio.
            Sedangkan untuk inseminasi artifisial homolog, adalah dilarang jika prosedur itu menggatikan sanggama suami-istri, karena akan menghilangkan sifat unitif dari perkawinan. Namun, apabila dalam kasus-kasus dimana sarana teknis bukan sebagai pengganti sanggama, melainkan berfungsi untuk mempermudah dan membantunya sehingga tindakan itu mencapai tujuannya adalah diperkenankan. Kriteria moral dalam intervensi medis dalam prokreasi diambil dari martabat manusia, seksualitasnya dan asal-usulnya.  
            Pada kasus kemandulan suami-istri, perkawinan tidak memberikan kepada mereka hak untuk mempunyai anak. Hak dalam arti yang sesungguhnya bertentangan dengan martabat dan hakikat anak. Anak sama sekali bukan obyek hak, dan tidak dapat dipandang sebagai obyek kepemilikan. Anak merupakan anugerah, dan sama sekali anugerah bebas dari perkawinan. Anak merukapan anugerah dari kesaksian hidup timbal balik orangtuanya, dan ia juga mempunyai hak untuk dihormati sebagai pribadi sejak saat pembuahan. Suami-istri yang berada dalam keadaan pedih ini diajak untuk berpartisipasi dalam salib Tuhan. Kemandulan harus dilihat sebagai kesempatan untuk melibatkan diri dalam pelayanan kehidupan seperti adopsi, aneka bentuk karya pendidikan, membantu keluarga lain dan membantu anak-anak miskin dan cacat.

Moral dan Hukum Sipil
            Tugas hukum sipil ialah menjamin kepentingan umum rakyat melalui pengakuan dan pembelaan hak-hak asasi, mendukung usaha perdamiaan dan moralitas publik. Hak-hak asasi tersebut ialah hak atas hidup dan keutuhan tubuh setiap manusia sejak pembuahan sampai kematian dan hak-hak keluarga dan perkawinan yang meliputi hak anak untuk dikandung, dilahirkan dan dibesarkan oleh orangtuanya. Apabila hukum sipil tidak dapat mengerahkan kekuasaannya untuk melindungi hak setiap warga, terutama bagi mereka yang tidak dapat membela diri sendiri, maka hukum itu akan mudah digerogoti.
            Semua orang yang berkehendak baik harus melibatkan diri, terutama di bidang profesinya dan dalam menjalankan hak-haknya sebagai warga negara agar undang-undang yang tidak dapat diterima dari sudut moral segera diubah. Agar semua manusia, bahkan yang paling lemah dan tak dapat membela dirinya sendiri memperoleh jaminan untuk dapat menikmati haknya sebagai manusia.    

Komentar
            Dunia masa kini, terancam dengan proses dehumanisasi dengan berbagai cara. Salah satu bidang yang terkena ancaman proses dehumanisasi ini terjadi dalam bidang medis yang menjadikan manusia sebagai obyek dan alat eksperimen dan penelitian dengan alasan mengembangkan ilmu dan teknik. Instruksi dari konggregasi ajaran iman, Donum Vitae merupakan pedoman praktis bagi persoalan-persoalan medis yang terjadi di masa kini. Instruksi ini mengingatkan kembali kepada semua orang, agar melihat kembali asal dan tujuan kehidupan, sehingga mampu menghormati dan menjaga martabat luhur dari hidup manusia. Kehidupan yang diterima setiap manusia merupakan anugerah dari Allah Sang Pencipta, dimana tak seorang pun dapat mengambil alih kuasa atas kehidupan itu. Kehidupan dan kematian merupakan hak Allah yang tidak dapat diganggu-gugat.
            Sejak awal mula keberadaannya, manusia berada dalam rencana kasih Allah (bdk. Mzm 22 :10-11). Rencana kasih Allah dalam kehidupan manusia diwahyukan dalam panggilan kepada manusia untuk bersatu antara pria dan wanita dalam perkawinan. Dengan mana dalam perkawinan pria dan wanita menjadi rekan kerja Allah untuk menciptakan kehidupan baru lewat pemberian diri dalam kasih yang timbal balik antara suami-istri dan keterbukaannya pada prokreasi. Dan, inilah jalan satu-satunya yang dapat dibenarkan akan kehadiran kehidupan baru, yang sesuai dengan martabat luhur manusia sebagai ciptaan yang secitra dengan Allah.
            Kehadiran Yesus Kristus ke dunia adalah untuk memberi hidup kepada manusia, agar setiap manusia memiliki hidup itu dengan berkelimpahan (bdk. Yoh 10:10). Hidup manusia merupakan sesuatu yang suci dan luhur karena berhubungan langsung dengan penciptanya, Sang Pemberi Hidup. Sang Pencipta sendiri menghendaki agar kehidupan itu dijaga dan dihormati. Lewat perintah “jangan membunuh“, tidak hanya diartikan dilarang untuk mengambil kehidupan individu lain tetapi juga perintah untuk menghormati dan menjaga hidup itu sendiri, sejak dari awal mula keberadaannya hingga kematian. Kehendak Allah untuk menghormati dan menjaga kehidupan itu semakin nyata dengan kedatangan diri Yesus Kristus, yang memberikan diri demi seluruh umat manusia.
            Allah telah menganugerahkan kehidupan kepada manusia, mewahyukan rencana dan kehendak-Nya atas kehidupan, dan memberikan hidup itu secara berlimpah melalui dan di dalam Putera-Nya. Oleh karena itu, sudah menjadi tugas dan kewajiban manusia untuk menjaga dan menghormati hidup sesamanya, terlebih bagi mereka yang tak berdaya dan tidak dapat membela dirinya sendiri yang biasanya berada pada tahap awal dan akhir dari kehidupan manusia. Segala macam bentuk intervensi terhadap manusia yang bertentangan dengan martabat luhur manusia harus dihindarkan, terlebih bila hal itu mengancam kehidupan dan keutuhannya. Betapa pun luhur dan baiknya suatu tujuan, tidak membuatnya dibenarkan untuk melakukan segala cara dalam pencapaiannya, terlebih bila hal itu membahayakan dan mengancam kehidupan manusia lain, meski kehidupan itu masih berada dalam tahap awal. Kehidupan manusia harus dihormati dan tidak dapat diganggu gugat sejak pembuahan hingga kematian.